Home / Artikel Pembaca

Selasa, 13 Juli 2010 - 01:03 WIB

Antara “Ndeso” dan Rasisme

Saat pemain tengah berjibaku di tengah lapangan, tiba-tiba dari arah salah satu tribun terdapat beberapa penonton terlibat saling pukul. Kontan dari arah tribun lainnya pun langsung terdengar gemuruh teriakan “ndeso-ndeso!!”. Dan ajaib! Tak lama berselang, kejadian saling adu pukul menjadi reda dan penonton pun kembali bernyanyi.

Yah, itulah salah satu peristiwa yg kerap terjadi dalam sebuah pertandingan sepak bola terutama di stadion Manahan. Kata “ndeso-ndeso” tersebut seolah menjadi kalimat paling sakti untuk mengingatkan sesama rekan Pasoepati yang bertindak anarki. Saya pun terkadang heran dengan kata-kata tersebut. Meski terkenal pendek dan simpel, tapi efeknya begitu dahsyat.

Buktinya tak cuma untuk adegan pekelahian saja. Namun ternyata kata-kata ini juga terbukti sakti untuk menangkal hal-hal yang berbau negatif lainnya. Contohnya adalah pelemparan botol atau bahkan saat penonton di tribun lain kurang semangat untuk melakukan gerakan tertentu (membuat gelombang misalnya). Dan sekali lagi ketika teriakan tersebut dikumandangkan, kejadian akan berubah secara instan.

Jakmania sudah mulai meninggalkan nyanyian rasis. Bagaimana dengan kita?

Menyangkut soal penyakit rasis yang masih saja menjangkit dalam tubuh Pasoepati, memang tidak bisa terus dibiarkan. Ibarat sekelompok teroris,  para pelaku rasis ini sengaja menebar bom bunuh diri.  Dan parahnya tidak tepat sasaran. Bom yang seharusnya diperuntukkan untuk musuh ini malah  dengan bodohnya diledakkan di antara kerumunan Pasoepati, menghancurkan benteng Pasoepati dari dalam. Akibatnya yang menjadi korban adalah semua anggota Pasoepati dan nama besar Pasoepati itu sendiri. Bahkan jati diri Pasoepati yang seharusnya terkenal sopan, edan tapi mapan menjadi hancur karena ulah orang-orang pemicu rasis yang sejatinya memiliki jumlah yang tidak begitu banyak.

Sempat terpikirkan dalam benak, bagaimana bila kata “ndeso-ndeso” ini kemudian diterapkan setiap ada yang memulai bernyanyi rasis? Mungkin kata-katanya bisa diubah sedikit menjadi “rasis ndeso-rasis ndeso”. Siapa tahu kata-kata ini masih mampu menunjukkan keajaibannya.

Pertanyaannya sekarang, siapa yang berani mencoba dan memulai? Bukan suara dari satu, dua atau tiga orang saja tapi secara bersama-sama. Menjadi anggota “Densus 88” ala Pasoepati sang pembasmi teroris pembawa bom rasis?? Dalam hati bertanya, masa sih kita tidak mampu? Kalau orang berkelahi, melempar botol atau diam tidak mau melakukan gerakan saja berani kita teror dengan kata-kata “ndeso-ndeso”. Apalagi bagi mereka sang teroris pelaku bom bunuh diri bermodal rasis. Love Persis, Hate Racism!!

Artikel Kiriman dari:

Niko Andreyan (Hanya seorang Pasoepati biasa yang mendamba Pasoepati menjadi luar biasa!!)

Share :

Baca Juga

Artikel Pembaca

Pasoepati Antara Loyalitas Dan Jatidiri

Artikel Pembaca

[Catatan Redaksi] Mau Dibawa Kemana Persis Solo Kami?

Artikel Pembaca

[Artikel Pembaca] Unek-Unek Seorang Pasoepati

Artikel Pembaca

Apa Kabar Persis Solo?

Artikel Pembaca

Curahan Hati Seorang Pasoepati #1

Artikel Pembaca

Airmata Seorang Pasoepati Jakarta

Artikel Pembaca

[Catatan Redaksi] Menarik Minat Penonton Wanita ke Stadion, Masih Sulit?

Artikel Pembaca

Antara Prinsip dan Loyalitas