Home / Artikel Pembaca

Selasa, 13 November 2012 - 09:17 WIB

Sepak Bola Indonesia : Prestasi, Bisnis Atau Politik?

Tahun 2011-2012 menjadi episode kelam bagi sepak bola Indonesia. Ya, harapan ada revolusi atau reformasi di tubuh PSSI yang menaungi sepak bola di Indonesia saat ini ternyata tidak seperti yang diharapkan.

Pemain, menjadi pihak yang dirugikan oleh konflik yang saat ini melanda sepakbola Indonesia

Terpilihnya Prof. Djohar Arifin Husin sebagai ketua baru PSSI periode 2011-2015 memunculkan semangat baru masyarakat Indonesia untuk melihat sepak bola Indonesia kembali berprestasi khususnya di Asia Tenggara. Indonesia yang dulu dikenal sebagai macan asia sudah lama tidak “berprestasi”. Prestasi terakhir adalah menjadi runner-up pada piala AFF 2010 lalu sedangkan di SEA Games Indonesia terakhir kali meraih medali emas pada tahun 1991. Tentu saja masyarakat Indonesia rindu melihat Tim Nasional Indonesia mengangkat trophy juara.

Apa yang salah dengan sepak bola Indonesia? Dengan penduduk berjumlah lebih dari 200 juta dan hampir separuhnya menyukai olahraga terpopuler di dunia ini tentu merupakan sebuah potensi yang sangat luar biasa bagi perkembangan sepak bola negeri ini baik dilihat dari segi bisnis dan prestasi. Indonesia bahkan menjadi salah satu komoditas pasar terbesar siaran-siaran langsung sepak bola Eropa.

Lihat saja TV-TV nasional berebut menayangkan liga terbaik yang ada di Eropa secara gratis. Hampir semua TV lokal mulai dari TVRI, RCTI, SCTV, INDOSIAR, TRANS, MNC,  semua menayangkan pertandingan liga-liga Eropa di setiap akhir pekan, belum lagi tv berbayar yang lain. Ini menjadi bukti bahwa potensi bisnis ini sangat luar biasa sekali. Disaat sepakbola dalam negeri mengalami kemunduran baik dari sisi kompetisi dan manejemen masyarakat Indonesia lebih memlih untuk beralih menonton pertandingan-pertandingan liga Eropa. Bahkan sebenarnya jika ditelisik lebih jauh sebenarnya siaran live sepak bola nasional ratingnya pun juga cukup tinggi walaupun yang disiarkan hanya kompetisi divisi utama.

Masyarakat Indonesia sudah jenuh dengan konflik yang terjadi di PSSI. Semua elite ingin mengusai organisasi yang telah berdiri lebih dari 80 tahun ini. Disaat orang-orang yang berkepentingan saling berebut kekuasaan, mereka melupakan keinginan masyarakat Indonesia yaitu prestasi yang membanggakan dari Timnas dan kompetisi yang menarik dan menjadi hiburan bagi masyarakat Indonesia.  Para elite sepak bola Indonesia melupakan hakekat olahraga itu sendiri yaitu” sportivitas, prestasi, dan hiburan”. Bukannya mengurus kompetisi dengan baik dan membina pemain agar berprestasi para elite sepak bola ini malah saling menjatuhkan satu sama lain demi kepentingan pribadi dan kelompok mereka masing-masing. Kekuasaan lah yang menjadi tujuan utama mereka bukan lagi prestasi. Politik menjadi dasar utama tujuan kekuasaan.

Harapan tahun 2011-2012 menjadi tonggak kebangkitan sepak bola nasional pun hancur lebur. Pengurus baru yang terpilih di kongres Solo gagal merangkul semua elemen masyarakat sepak bola Indonesia sehingga terjadi perpecahan ditubuh pengurus PSSI sendiri dan di sepak bola nasional. Mulai dari liga dan bahkan kini menjalar ke Timnas. Tentu saja semua yang terjadi membuat harapan prestasi semakin jauh. Politik dan kekuasaan yang berada di garda depan.

Bagaimana sepak bola Indonesia dilihat dari segi bisnis? Seperti yang saya katakan diatas, Indonesia adalah lahan bisnis yang potensial. Dengan fans yang fanatik dari setiap kota dan tentu saja jumlahnya pun bukan main banyaknya. Ini belum termasuk masyarakat yang berada di ruang abu-abu yang hanya sebatas suka bukan fanatik, jumlahnya pun juga sangat banyak. Tentu semua itu akan memberi efek yang bagus jika bisa dikelola dengan baik dan menarik. Profit bisnis pun akan mengalir.

Tapi lagi-lagi inilah Indonesia, semua hanya dimanfaatkan untuk kalangan tertentu saja. Sisi bisnis pun tidak bias dijalankan dengan baik. Itu bisa kita lihat dari terlambatnya gaji pemain dan tunggakan-tunggakan lain yang belum terbayarkan. Lagi-lagi kepentigan politik lebih diutamakan karena tujuan utama klub berprestasi adalah untuk menarik massa yang banyak untuk kepentingan pemilu. Kepemelikan klub yang kebanyakan masih dikuasai oleh pemerintah membuat penyalahgunaan klub sepak bola lazim terjadi di Indonesia.

Contohnya saja ketika daerah A ingin mengadakan Pilkada, klub sepak bola dari daerah A tersebut didanai dengan jor-joran membeli pemain-pemain bintang agar bisa menjadi juara, dan tentu saja cara-cara kotor lain juga dilakukan dengan melakukan suap dan sebagainya. Dengan juaranya atau berprestasinya klub daerah A tersebut tentunya membuat massa yang datang ke stadion menjadi banyak, masyarakat dan supporter senang. Inilah momen yang dimanfaaatkan oleh pihak-pihak tertentu agar bisa terpilih dalam pilkada ataupun pemilihan pemimpin daerah yang lain. Lagi lagi politik bukan bisnis atau prestasi murni yang dikedepankan.

Semua pasti bertanya apa yang mesti dilakukan. Segala cara sudah dilakukan, kongres-kongres pun digelar, supporter berteriak lantang menuntut perubahan, pengurus baru dilantik tapi toh kenyataannya sepak bola negeri ini belum berubah menjadi lebih baik. Selama politik masih diacampur-adukkan dalam dunia olahraga yang satu ini saya pesimis melihat Indonesia menjadi “Macan Asia” lagi. Tidak ada sportivitas, prestasi apalagi bisnis yang menguntungkan. @u21k

Share :

Baca Juga

Artikel Pembaca

Merdekalah Sepakbola Indonesia!

Artikel Pembaca

Ketika Cinta Terbentur Permusuhan Suporter

Artikel Pembaca

SELALU HADIR DI LAGA PERSIS SOLO TAHUN 2017, CHRIS MOENCROT INGIN ULANGI DI TAHUN 2018

Artikel Pembaca

[Artikel Pembaca] Persis Solo Atau Pasoepati?

Artikel Pembaca

Artikel Pembaca, Mengenal Prinsip Fair Play

HEADLINE

[ARTIKEL PEMBACA] PERSIB BANDUNG DOMINASI KEMENANGAN SAAT BERTEMU PERSIS SOLO

Artikel Pembaca

Pasoepati Antara Loyalitas Dan Jatidiri

Artikel Pembaca

Antara Prinsip dan Loyalitas