Pernyataan Ketua Harian Ascab PSSI Solo yang meminta agar Pasoepati tidak intervensi terhadap pendirian badan hukum Persis Solo adalah ungkapan yang tendensius dan tidak mendasar. Apalagi ungkapan tersebut seakan mengisyaratkan adanya upaya campur tangan kelompok supporter pendukung Persis Solo.
“Saya heran, kok bisa ketua harian PSSI Solo sampai ada pemikiran seperti itu ke Pasoepati. Saya tegaskan, dalam mengelola organisasi ini, kami sadar dan tahu bener akan posisi Pasoepati. Kalaupun ada wacana, gagasan ataupun ide semata hanya untuk kemajuan Persis Solo bukan bentuk intervensi. Saya kira Ketua Harian Persis tak bisa bedakan aspirasi dan intervensi,” tegas Juru Bicara Pasoepati, Amir Tohari, Jumat (6/3).
Yang harus menjadi catatan, dalam perjalanan Persis Solo selama ini Pasoepati memiliki juga memiliki andil. Misalnya, dalam musim kempetisi beberapa waktu lalu saat pemain Persis Solo mengalami kesulitan masalah gaji, Pasoepati selalu iuran dan memberikannya pada pemain.
“Hal seperti ini yang harusnya Heru Buwono ketahui. Bahwa kepedulian Pasoepati itu sampai pada tataran memberikan gaji pada pemain. Sementara saat pemain tidak digaji, 26 klub yang selalu mengklaim sebagai pemilik itu hanya diam saja.”
Dikatakan, Amir, dalam mengelola sebuah organisasi sepak bola ada hal spesifik yang berbeda dengan organisasi lainnya. Karena di sepak bola ada yang namanya militansi, prestasi dan profesi, dimana ketiganya harus diperhatikan. Dalam hal militansi, merupakan porsi dari supporter yang terkadang harus merelakan jiwa dan raganya demi klub yang didukungnya.
Jika Pasoepati sangat getol menyuarakan agar dikelola secara professional dianggap sebagai sebuah intervensi, itu merupakan hal yang sangat menyakitkan. Bukan hanya Pasoepati yang punya harapan besar terhadap Persis Solo melainkan semua pecinta sepak bola di kawasan Solo Raya ini sangat berharap agar Persis bisa menjadi juara. Tanpa dikelola secara professional, tak mungkin Persis bisa jadi juara.
Dikatakan, jika Wapres Pasoepati Ginda Ferrachtriawan menyampaikan bahwa Pasoepati hanya meminta agar pengurus lebih transparan dalam proses pembentukan PT. Hal ini wajar, karena selama ini Pasoepati telah dianggap sebagai stakeholder, jadi wajar jika ingin tahu kejelasan dan perkembangan soal badan hukum Persis Solo. Baik itu modalnya berapa, siapa pemegang sahamnya dan lain sebagainya. “Apa yang diungkapkan Wapres tersebut bukanlah bentuk intervensi.”
Jika dikatikan dengan agenda pembentukan badan hukum bagi Persis Solo, Amir menyatakan, pada saat Muscab PSSI Kota Solo di Gedung DPRD beberapa waktu lalu, Waliktota Solo FX Hadi Rudyatmo malah meminta agar semua stakeholder di Kota Solo menanamkan modal di Persis, termasuk Pasoepati. “Makanya saya minta Pasoepati juga turut menanam modal. Jangan cuma berteriak-teriak memberikan dukungan tapi tidak memberikan modal,” ujar Walikota Solo sebagaimana dikutip www.solopos.com edisi Minggu, 11 Januari 2015.
Dari pernyataan Walikota tersebut, sebenarnya kami berharap ada sebuah proposal besar yang berisi desain PT Persis dalam jangka pendek, menengah maupun jangka panjang. Karena kalau kita bicara PT, mau tidak mau kita bicara soal industri. Yakni industri sepak bola. Sehingga setiap calon investor pasti ingin tahu, kira-kira modal yang ditanam itu kapan bisa kembali dan kapan bisa memberikan keuntungan.
”Kami yakin, jika dikelola secara profesional dan ditawarkan secara profesional akan ada investor yang menanamkan uangnya di PT Persis Solo. Ya siapa tahu, Pasoepati bisa menanamkan modalnya di Persis Solo sebagaimana diharapkan oleh Walikota Solo beberapa waktu lalu,” ungkapnya.
Dalam hal mendorong agar Persis Solo segera mendirikan badan hukum sebagai pengelolanya juga bagian dari harapan besar. Melihat perkembangan Persis saat ini, Pasoepati merasa kawatir apa yang ditargetkan tidak bisa terealisasikan di tahun 2015 ini. Sebenarnya, jika disampaikan terbuka sangat dimungkinkan banyak pihak yang punya atensi terhadap pembentukan badan hukum Persis Solo.
Dikatakan, jika suporter saja sudah mulai sadar peran serta mereka dalam berkontribusi terhadap klub sehingga muncul istilah “one man one ticket (satu orang satu tiket). Hal ini merupakan sebuah kesadaran bahwa supporter tidak hanya terlibat sebagai penggembira semata, namun juga menjadi bagian dari penghidupan klub sepakbola. Ketika suporter mulai sadar pada aturan, apakah tidak malu klub dan pengelolanya masih teguh pada budaya lama.
Apalagi soal badan hukum merupakan sebuah kewajiban dari setiap tim yang bermain di Divisi Utama. “Setahu kami, kontestan klub profesional Liga Divisi Utama itu ada persyaratanya, seperti: klub berstatus profesional penuh dan dibiayai oleh swasta, baik perseorangan, perusahaan, maupun konsorsium; klub berbadan usaha perseroan terbatas dengan direksi ataupun manajemen yang solid; klub memiliki neraca keuangan positif dan mampu menyiapkan proyeksi lima musim ke depan.”
Hal lain lagi, misalnya memiliki stadion sendiri atau setidaknya berbagi dengan maksimal satu tim terdekat, memiliki lapangan latihan sendiri minimal satu lapangan rumput atau satu lapangan sintetis dengan standar FIFA, Selain itu, tim professional tersebut juga harus memiliki biografi klub sesuai standar PT Pengelola Liga Utama dan dapat dishare di web pengelola. Serta memiliki aset yang dapat diperiksa kelengkapannya secara virtual oleh pengelola kompetisi.