Cerita ini berawal pada hari Senin, 23 November 2009. Ketika itu di Balaikota Surakarta tengah berlangsung sebuah acara launching tim Persis Solo untuk musim kompetisi 2009/2010. Acara tersebut bisa dibilang sebuah kejutan, mengingat beberapa waktu sebelumnya Ketum Persis Solo, FX Hadi Rudyatmo menyatakan bahwa tim laskar sambernyawa tidak akan mengikuti kompetisi dikarenakan tidak adanya dana lagi dari APBD maupun sponsor.
Dalam acara malam itu, para pemain diperkenalkan satu-persatu nama berikut nomor punggungnya dihadapan para tamu undangan maupun anggota Pasoepati yang memenuhi ruangan maupun halaman depan Balaikota. Pak Rudi dalam sambutannya ketika itu mengungkapkan ingin melihat sejauh mana kemauan para pemain yang materinya alakadarnya, serta ingin melihat bagaimana kepedulian warga Solo terhadap nasib Persis musim depan (2009/2010).
Dari segala rangkaian kegiatan malam itu, saya tertarik dengan rekaman video pertandingan Persis era Greg Nwokolo yang berulang kali diputar pada Big Screen yang disediakan panita. Saya tertegun ketika tiba-tiba menyadari bahwa klub yang saya cintai ini ternyata masih tidak diketahui tanggal dan bulan lahirnya, selama ini saya dan para pecinta Persis hanya mengetahui bahwa tim legendaris ini lahir pada tahun 1923.
Sejak malam itu rasa ingin tahu saya semakin tak terbendung, saya mulai mencari informasi ke beberapa tokoh sepak bola Solo, beberapa pemain dan mantan pemain Persis serta teman supporter tapi tidak ada yang bisa memberikan jawaban yang saya inginkan. Saya mencoba mencari referensi melalu dunia maya, mencari lewat mesin pencari google dan yahoo tapi juga tidak berhasil menemukan apa yang saya cari.
Sampai pada akhirnya ada seorang teman yang menginformasikan kalau mungkin data yang saya maksud bisa ditemukan di perpustakaan Mangkunegaran (Reksa Poestaka). Tak menunggu lama saya segera bergegas mendatangi perpustakaan yang dimaksud. Perpustakaan berkarpet merah yang rata-rata petugasnya sudah berusia lanjut ini tampak rapi dan bersih, ratusan naskah dan arsip kuno tertata rapi pada setiap raknya.
Saya kemudian mulai mencari data tentang Persis, tapi ternyata tak semudah yang saya bayangkan, sebagian arsip disana bertuliskan aksara Jawa, bahasa Inggris dan bahasa Belanda. Meski sudah banyak naskah beraksara Jawa yang ditranskripkan oleh petugas Reksa Poestaka, tapi saya tidak juga menemukan data yang berhubungan dengan Persis. Pun begitu dengan naskah berbahasa Belanda dan Inggris. Ketika saya coba tanyakan kepada Ibu Sudarsi tenang data yang saya maksud, beliau juga belum merasa mentranskrip naskah tentang Persis, tak patah semangat saya kemudian mencoba mencari foto-foto koleksi perpustakaan ini kalau mungkin ada yang sempat mengabadikan Persis ketika itu. Namun setelah saya cari ternyata juga tidak ketemu, saya tanyakan ke Pak Basuki yang bertugas disana juga belum pernah melihat foto tentang Persis.
Terhenti di Reksa Poestaka, usaha pencarian saya tidak berhenti, akhir tahun 2010 dalam sebuah pertemuan keluarga berjumpa dengan adik Ayah saya yang bersuamikan warga negara Belanda. Om Ben begitulah kami biasa memanggil suami dari tante saya ini. Beliau ini adalah penggemar berat Ajax Amsterdam dan sudah sejak tahun 1994 bolak-balik Belanda-Medan mengurus bisnisnya.
Pada saat itu saya meminta tolong kepada Om Ben untuk mencarikan informasi tentang Persis Solo dan sepak bola Indonesia pada masa penjajahan dan dengan senang hati Om Ben mengiyakan permintaan saya, beliau menyatakan akan coba mencari data-data yang saya maksud dibeberapa museum di Belanda.
Singkat cerita, sejak pertemuan tersebut saya belum pernah berjumpa lagi dengan Om Ben, tetapi saya tetap rutin menanyakan perkembangan pencarian data Persis kepadanya melalui pesan singkat maupun chatting. Hingga pertengahan tahun 2013 setiap kali saya tanyakan, Om Ben mengaku belum juga mendapatkan informasi tentang Persis Solo, meski dia sudah beberapa kali mencoba mencari di museum-museum di Negaranya. Hingga pada suatu malam tanggal 24 Oktober 2013 Om Ben melalui pesan whatsapp mengirimkan beberapa foto yang berhubungan dengan sejarah Persis Solo! Betapa girangnya saya mendapatkan foto-foto tersebut, membayangkan tak lama lagi teman-teman supporter pecinta Persis akan segera mengetahui tanggal dan bulan lahir laskar Sambernyawa.
Dalam pesannya tersebut Om Ben menjelaskan bahwa beliau mendapatkan foto-foto tersebut dari koleksi surat kabar di sebuah museum di kota Ultrecht, tepatnya di Centraal Museum Ultrecht. Saya coba meminta copyan majalah tersebut tetapi Om Ben menjelaskan bahwa koleksi di museum tersebut tidak boleh digandakan, maka Om Ben berinisiatif untuk memfotonya agar tetap mendapatkan data yang tertulis dalam arsip tersebut. Tidak masalah pikir saya, toh foto yang saya dapat juga sudah menerangkan bahwa Persis Solo ternyata lahir pada tanggal 8 November 1923, dan juga sedikit sejarah serta perjalanan tim ini ketika berkompetisi dalam kurun waktu 1931 sampai 1950.
Setelah mendapatkan data tersebut saya sebenarnya ingin segera memberitahukan kepada khalayak tentang hari jadi Persis Solo tersebut, tapi setelah saya pertimbangakan, maka saya lebih memilih menunggu hingga tanggal 8 November 2013 untuk mempublikasikannya, agar pas dengan hari jadi Persis Solo yang ke 90 Tahun.
Hingga akhirnya pada hari Jumat, 8 November 2013, saya mengirim data tersebut ke admin akun twitter @PERSISSOLO, oleh admin akun twiter tersebut data dan fakta tentang sejarah Persis Solo pada awal berdirinya dipublikasikan kepada khalayak.
Ada pro kontra tentang data yang saya sajikan, saya anggap wajar karena selama ini memang hal tersebut seolah menjadi misteri yang sulit dipecahkan. Dan menilik dari statement Wapres Pasoepati yang juga ingin memberikan data otentik terkait sejarah Persis Solo melalui arsip yang mungkin juga ada di Kraton Surakarta, saya menganggap memang sudah seharusnya hal itu dilakukan sebagai data penguat maupun data pembanding agar proses pencarian saya selama ini tidak sia-sia.(vn)