Sore itu, tepatnya pada hari Rabu (22/10) saat Persis Solo menjamu Martapura FC dalam lanjutan laga babak delapan besar kompetisi Divisi Utama 2014, sebuah letupan terjadi di Manahan. Usai wasit meniup peluit panjang tanda berakhirnya pertandingan, kericuhan yang melibatkan penonton dengan aparat kepolisian terjadi.
Namun nasib apes menimpa Joko Riyanto, anggota Pasoepati Simo tersebut terkapar lemas di lokasi parkir Stadion Manahan. Sebuah lobang kecil di dada menjadi saksi meninggalnya penggemar Ferryanto tersebut.
Sejumlah pemain Persis Solo dan suporter turut menghantarkan jenazah Joko Riyanto hingga ke liang lahat, diiringi tangisan putrinya yang masih tidak percaya harus kehilangan ayah yang sangat dicintainya.
Dua tahun kejadian memilukan tersebut berlalu, tim yang sangat dicintainya (Persis Solo) selama dua tahun berselang pun juga belum mampu meraih prestasi membanggakan. Hanya thropy juara Tarkam Plumbon Cup yang mampu diraih oleh Persis Solo.
Pertanyaannya, apakah kisah Joko Riyanto akan terulang? Semoga tidak. Kebahagiaan menikmati sepakbola tidak sepantasnya ditukar dengan nyawa suporter.
Suporter, pengurus klub, manajemen maupun aparat kepolisian mempunyai tanggung jawab agar kisah Joko Riyanto tidak terulang. Cukup Joko Riyanto, Jangan Ada Kisah Serupa!