Pasoepati, aset berharga untuk kemajuan sepakbola di kota Surakarta
Euforia juara melanda para pecinta Manchester United setelah kemenangan 4-2 atas Blackpool, hari minggu (22/5) lalu di manchester. namun bukan itu yang saya ingin bahas di artikel ini. Saya bahkan lebih tertarik membahas fenomena suporter Blackpool yang hadir di Old Trafford.
Blackpool adalah tim kecil dengan suporter yang jumlahnya juga tidak banyak seperti tim elit di EPL.namun mereka bisa menjadi aset yang menghidupi tim kesayanganya.
Saat bertandang ke Old Trafford, suporter Blackpool dengan bangga memberikan dukungan pada tim kesayanganya sampai kompetisi berakhir. Banyak dia antara mereka adalah wanita tua dan remaja yang menangis di akhir pertandingan setelah harus menerima kenyataan tim kesayanganya terdegradasi.
Namun hebatnya mereka (suporter Blackpool) masih menyanyikan dukungan untuk timnya dan memberikan applaus untuk para pemain di akhir pertandingan saat para pemain Blackpool menghampiri mereka seraya meminta maaf atas prestasi buruk di akhir musim.
Tanpa ada nyanyian rasis ke suporter lain, tanpa ada anarki meskipun tim kesayanganya terdegradasi. Sikap yang dewasa dari suporter di tanah Britania yang juga terkenal dengan ganasnya suporter Inggris yang di kenal dengan nama Holligans.
Mirip dengan Persis Solo
Kisah Blackpool yang sebenarnya mirip dengan kondisi Persis Solo yang juga mengalami masalah dalam pembiayaan tim. Jujur saja dan kita harus akui bahwa Persis Solo bukanlah tim kaya, bisa di bilang kalau berani masuk Persis Solo pemain harus siap menerima resiko telat menerima gaji.
Pasoepati jauh tentu jauh lebih hebat dan lebih loyal di jajaran suporter Indonesia. Menerima kenyataan Persis Solo hanya menjadi tim penggembira di kompetisi Divisi Utama namun Pasoepati masih setia memberikan dukungan.
Musim 2009/2010 bahkan Persis Solo menjadi tim dengan raihan tertinggi dalam statistik jumlah penonton partai kandang. Luar biasa mengingat Persis Solo adalah tim yang berada di posisi juru kunci.
Sedikit berbeda terjadi ketika musim 2010/2010 saat Persis Solo kembali menjadi bulan-bulanan kekalahan di kompetisi Divisi Utama. Ekspektasi tinggi dari pasoepati tidak di imbangi perbaikan kinerja pengelolaan tim sehingga banyak Pasoepati yang kecewa dan memilih tidak menonton laga kandang Persis Solo.
Saat Persis Solo menderita rentetan kekalahan, banyak pasoepati yang lebih suka menyanyikan lagu rasis yang bahkan tidak ada hubunganya dengan tim yang sedang bermain.
Alhasil, tekanan untuk tim tamu serasa tidak ada. Rasa minder dan grogi pemain tim tamu menjadi hilang karena serasa tidak bermain di partai tandang. Manahan tidak angker seperti dulu lagi.
Apapun yang terjadi di pasoepati saat ini, sebagai suporter saya hanya bisa berharap Persis Solo jauh lebih berprestasi dan pasoepati jauh lebih bisa bijaksana dari kondisi sekarang.
Kompetisi yang di kelola secara profesional di EPL tentu jauh dari Liga Indonesia yang masih “amatir” namun setidaknya kita harus bisa mencontoh nilai positif yang tersaji dari EPL.
Semoga sedikit cerita Loyalitas suporter Blackpool bisa menjadi inspirasi bagi pasoepati untuk menjadi lebih baik. Karena Suporter adalah nyawa bagi kelangsungan hidup sebuah tim sepakbola. Salam Edan tapi Mapan Pasoepati.