Sepakbola bukan hanya sekedar olahraga yang memberikan manfaat untuk kesehatan. Bukan hanya urusan mencari lahan kosong, pasang gawang, lalu membagi dua tim dalam satu pertandingan yang pernah kita lakukan saat masih kecil. Sepakbola bukan hanya sekedar berebut dan menceploskan bola ke gawang lawan, namun lebih dari itu semua, di dalamnya tersaji drama dan lakon tentang manusia dan kehidupannya.
Apakah saya berlebihan? Ah, saya kira tidak. Sepakbola sarat akan prestasi, penuh prestise, drama dan glamour, bahkan sepakbola bisa menetukan harkat dan martabat sebuah bangsa dalam pergaulannya secara internasional. Tak jarang di negara negara berkembang, sepakbola dijadikan sebagai alat pemersatu bangsa dan menempatkan sepakbola sebagai olahraga terhormat diantara perbedaan suku, agama, bahasa dan kebudayaan, menyatukan masyarakat yang multikultural.
Dari sepakbola kita bisa belajar banyak hal, tentang sportifitas, tentang semangat, tentang prestasi, tentang prestise, tentang profesionalisme bahkan tentang cinta. Sepakbola adalah industri hiburan olahraga yang digandrungi oleh masyarakat dunia tanpa mengenal batasan usia, gender, status sosial, maupun agama. Nah, bagaimana dengan Industri sepakbola Indonesia? Bagaimana dengan nasib klub kebangaanmu?
Persatuan Sepak bola Indonesia Surakarta berdiri 8 November 1923 di Surakarta, Jawa Tengah, dan resmi berganti nama menjadi Persatuan Sepak bola Indonesia Solo, disingkat Persis. Memiliki suporter fanatik dan atraktif yang disebut Pasoepati (Pasukan Soeporter Solo paling Sejati). Persis pernah meraih juara kompetisi perserikatan PSSI sebanyak 7 kali. Persis kembali hadir di kancah sepak bola nasional sejak tahun 2006, setelah sebelumnya bertahun-tahun lamanya Persis mengendap di kompetisi amatir. (sumber wikipedia)
Seperti lantunan lagu dari grup band papan atas Armada Band “Mau Dibawa Kemana” terasa pas untuk menggambarkan kondisi Persis Solo saat ini. Dengan dukungan suporter yang sangat fanantik serta financial yang cukup, tim berjuluk Laskar Samber Nyawa ini masih belum bisa beranjak dari keterpurukannya. Ada apa dengan Persis Ku?
Desakan suporter Persis dari Pasoepati dan Surakartans meminta sekjen klub, Dedy Marsudi Lawe out dari jajaran kursi managemen. Dalam aksinya mereka membentangkan spanduk bertuliskan ‘Tresno Iki Dudu Mung Dolanan”,”’Dedy Lawe Out”, dan “Dedy Pembual Besar”. Koordinator aksi, Iwan Samudra, berharap Walikota Solo, FX Hadi Rudyatmo dapat membantu menyelesaikan permasalahan di Persis dengan memberikan solusi konkret untuk kemajuan klub di masa mendatang.
Dikutip di www.goal.com, Rudy, sapaan akrab Walikota Solo menilai manajemen Persis telah melakukan kesalahan dalam mengelola klub, sehingga memberikan pengaruh terhadap kiprah Laskar Sambernyawa di Liga 2 2019. Rudy menyebutkan, keinginannya menjadikan sepakbola sebagai industri di Solo tidak berjalan sesuai dengan harapan. Siapa yang disebut managemen disini oleh Rudy? PT Persis Solo Saestu, Sekjen atau Manager?.
Ini bisa jadi seru. Masyarakat bola kota Solo paham menginginkan bahwa Persis harus dikembalikan ke kandangnya lagi, yaitu stadion Manahan Solo bukan di stadion Willis, Kota Madiun. Lantas mengapa sekarang jadi ribut dan menggelar aksi damai di Balai Kota Solo? Nah, yang kebakaran jenggot sebenarnya bukan PT Persis Solo Saestu (PSS). Bukan pula Walikota Solo, FX Hadi Rudyatmo. Tapi Sekjen Persis, Dedy Marsudi Lawe.
Dedy punya sejarah panjang di Persis Solo sejak diambil alih oleh PT Persis Solo Saestu. Panjang, berkelak-kelok dan licin, selicin manuvernya menjadi penguasa di tim Laskar Samber Nyawa. Rudy boleh jadi menjabat sebagai Walikota Solo, tapi dalam mengelola benang kusut dan ruwet di managemen Persis Dedy M Lawe-lah orangnya. Bermain layaknya safety player, Dedy berhasil dengan strateginya gonta-ganti manager, bahkan Persis dikenal sebagai tim yang senang ganti manager sebelum kompetisi di mulai.
Kelicinan Dedy sudah terbukti. Ibarat belut, dia belut yang nyemplung di oli, superlicin. Bahkan suporter Persis Solo harus menyusun strategi jitu agar bisa komunikasi dengan Dedy, meski pada akhirnya hanya angin surga yang diberikan tanpa ada pertemuan mesra untuk membahas nasib Persis Solo kedepannya. Tiga musim jadi penguasa Persis sejak 2017 bukannya bertambah apik, malah prestasi Persis semakin pudar.
Terbaru saat eks Pelatih Persis Solo, Agus Yuwono buka-bukaan soal target yang diberikan managemen (Dedy M Lawe) bahwa sang sekjen berharap mantan nakhoda Perserui ini membawa Persis untuk bertahan di kasta kedua persepakbolaan Indonesia. Hal ini yang membuat berang seluruh suporter yang berharap timnya berlaga di kasta tertinggi yaitu Liga 1.
Dedy tidak ada matinya. Harapan suporter agar bisa berkomunikasi dengan managemen dalam hal ini si Dedy selalu kandas dan mentah begitu saja, Dedy pandai membaca situasi. Begitu tidak ada desakan suporter untuk membuka kran komunikasi, maka semua dianggap aman-aman saja. Namun sekarang ibarat ular cobra telah mematuk sang peniup seruling.
Gonta-ganti manager yang dilakukan Dedy menuai blunder, terbaru penunjukan manager lawas, Langgeng Jatmiko mematik reaksi panas kalangan suporter yang sudah jenuh dengan rekor pergantian manager di klub Persis Solo. Bukannya membuat situasi semakin adem, kehadiran Langgeng malah membuat kejenuhan suporter menjadi klimaks akan tradisi ini.
Dikutip solopos.com pada 1 Juli 2019 bahwa PT Persis Solo Saestu yang saham mayoritasnya dimiliki PT Syahdana Properti Nusantara (SPN) menggelontorkan dana sekitar Rp800 juta per bulan. Artinya, jika dihitung sampai saat ini PT SPN telah menggelontorkan paling tidak Rp21,6 miliar untuk menghidupkan Persis. Walau demikian, target manajemen membawa Persis promosi ke Liga 1 Indonesia memang belum tercapai.
Nilai yang sangat fantastis namun tidak diimbangi dengan prestasi yang fantastis pula. Dan nasib Dedy Lawe pun semakin diujung tanduk dengan turunya tim investigasi dari managemen pusat dalam hal ini PT Persis Solo Saestu (PSS) untuk mengurai benang kusut di Laskar Samber Nyawa.
Apakah Dedy akan lolos dari kondisi saat ini? Sementara seluruh suporter sudah menutup kran komunikasi dengan managemen selama sang safety player masih bercokol di PT Persis Solo Saestu, seperti yang diungkapkan oleh pentolan suporter Iwan Samudra saat negluruk ke Balai Kota Solo beberapa hari yang lalu. Menarik, patut kita simak keputusan PT PSS dalam menentukan nasib klub kedepan, pilih Persis Solo atau Dedy M Lawe?
Catur Prasetya, wartawan senior