Arsitektur bangunan stadion Manahan Solo, kini jauh tertinggal jika dibandingkan dengan arsitektur bangunan stadion-stadion modern di Indonesia.
Ketika pada tahun 1998 sebuah stadion Manahan berdiri megah di tengah jantung kota Solo, bangunan bercat putih tersebut seakan menjadi simbol bangunan olah raga sepak bola termegah pertama yang ada di wilayah Jawa Tengah dan sekitarnya.Bahkan, bisa juga disebut sebagai simbol bangunan olah raga mewah di Indonesia seperti layaknya kompleks Stadion Utama Gelora Bung Karno di Jakarta.
Di beberapa daerah di kota-kota besar di Indonesia, ketika itu belum ada yang bisa menandingi kemegahan stadion Manahan sebagai simbol bangunan olah raga sepak bola di negeri ini. Surabaya misalnya, hanya bisa membanggakan stadion Gelora 10 November Tambak Sari, hingga sekarang ini. Yogyakarta, masih awet dengan stadion Mandala Krida yang masih saja berarsitek bangunan lama. Pun begitu juga dengan kota Semarang yang masih loyal dengan bangunan stadion Jatidiri.
Geliat olah raga sepak bola di tanah air disadari atau tidak sebenarnya telah mengalami perkembangan cukup pesat. Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir misalnya, ditandai dengan berdirinya beberapa stadion sepak bola baru yang terbilang sangat memadai. Usai stadion Manahan Solo melenggang dengan stadion bersertifikat kelas internasional beberapa tahun lalu, kini muncullah stadion-stadion baru yang juga melabeli dirinya dengan sertifikat yang sama, International Stadium.
Dimulai dengan berdirinya kemegahan dan kemewahan stadion Gelora Sriwijaya Jakabaring di kota Palembang menandai bahwa Indonesia kini mulai menjamur stadion olah raga berkelas dunia. Menyusul berikutnya adalah berdirinya stadion Si Jalak Harupat di kabupaten Bandung dan stadion Maguwoharjo di kabupaten Sleman.
Dari Kalimantan Timur bisa dilihat bahwa telah ada tiga buah stadion yang berdiri mewah yakni stadion Perjiwa di kota Tenggarong, stadion Batakan di Balikpapan dan stadion Palaran di kota Samarinda. Dari Jawa Barat, kota Bandung membangun stadion Gedebage yang akan selesai pengerjaannya tahun 2011 nanti.
Dari Jawa Timur, pemkot Surabaya telah 95% merampungkan pembangunan stadion Gelora Bung Tomo yang berkapasitas 50.000 tempat duduk. Sedangkan dari ibu kota Jakarta, akan segera dibangun stadion Taman BMW (Taman Bersih Manusia dan berWibawa) yang akan menjadi stadion modern dan disebut-sebut sebagai Allianz Arena-nya Indonesia.
Stadion Utama Kalimantan Timur atau Stadion Palaran Samarinda adalah stadion pertama di Indonesia yang seluruh tempat duduknya memakai kursi penonton.
Lalu bagaimana dengan stadion Manahan Solo? Dalam lingkup wilayah Jawa Tengah, stadion Manahan Solo masih bisa menjadi satu-satunya stadion yang paling representatif. Didukung suasana perkotaan kota Solo yang semakin maju dan infrastruktur stadion yang sangat memadai, menjadikan stadion Manahan Solo sebagai tempat paling siap dalam menggelar event olah raga di wilayah Jawa Tengah.
Namun jika kita membandingkan posisi stadion Manahan di tingkat nasional, maka jangan mengharap lagi stadion di kota Solo ini akan laris manis menggelar event olah raga nasional. Munculnya stadion-stadion modern di beberapa kota di Indonesia bisa saja akan menggoyahkan eksistensi stadion Manahan Solo yang lebih dulu dikenal sebagai stadion pelanggan penyelenggaraan event-event nasional dan internasional. Khususnya olah raga sepak bola, bisa jadi PSSI sebagai pemegang otoritas organisasi sepak bola tertinggi di Indonesia, akan mulai menggelar event-event sepak bola nasional di stadion-stadion modern tersebut.
Stadion Perjiwa Tenggarong, memiliki lapangan berstandar Eropa. Stadion ini akan dilengkapi atap model knock down yakni atap bisa distel membuka dan menutup secara digital.
Secara infrastruktur, stadion Manahan Solo kini mulai tertinggal dengan bangunan gaya infrastruktur stadion-stadion baru. Jika di stadion Manahan identik dengan satu tribun beratap yakni tribun bagian barat, maka di beberapa stadion lain mulai menggunakan dua tribun beratap. Di Sleman misalnya, stadion Maguwoharjo telah mengadopsi dua tribun beratap di tribun bagian timur dan barat.
Hal yang sama juga dilakukan di stadion Si Jalak Harupat Bandung, stadion Gelora Sriwijaya Palembang dan stadion Palaran, Samarinda. Bahkan, stadion Gedebage Bandung dan stadion Nasional Riau dibangun dengan fasilitas semua tribun tertutup. Yang lebih modern lagi adalah fasilitas stadion Perjiwa Tenggarong dimana pada bagian atap stadionnya didesain model knock down, yakni atap stadion bisa distel membuka dan menutup secara digital.
Lalu tentang kapasitas jumlah daya tampung penonton di dalam stadion, lagi-lagi stadion Manahan juga telah tertinggal. Kapasitas stadion Manahan yang hanya mampu menampung jumlah penonton hingga 30.000 orang ternyata masih kalah dengan daya tampung penonton di stadion-stadion baru yang mulai berdiri di beberapa kota di Indonesia.
Stadion Maguwoharjo Sleman, stadion Gelora Sriwijaya Jakabaring Palembang, stadion Taman BMW Jakarta dan stadion Gedebage Bandung dibangun dengan kapasitas 40.000 tempat duduk. Sedangkan untuk stadion Gelora Bung Tomo Surabaya, dibangun dengan kapasitas penonton mencapai 50.000 orang. Dan stadion Palaran di Samarinda, meski dibangun dengan kapasitas 50.000 tempat duduk, namun stadion ini merupakan stadion pertama di Indonesia yang seluruh tempat duduknya memakai kursi penonton.
Satu hal yang masih bisa diunggulkan dari stadion Manahan adalah letaknya yang sangat strategis di tengah jantung kota Solo. Posisi stadion Manahan yang persis berada di tengah kota menjadi nilai plus tersendiri karena beberapa stadion lain di Indonesia belum tentu mempunyai letak stadion yang sangat strategis di tengah kota seperti yang terjadi di Solo. Apalagi, stadion Manahan Solo sangat berdekatan dengan fasilitas umum seperti pusat perbelanjaan, hotel berbintang lima, jalan raya dan stasiun kereta. Bahkan, jarak stadion dengan bandar udara hanyalah ‘selemparan batu’ saja.
Namun jika kita berbicara faktor infrastruktur stadion, tentu saja stadion Manahan akan jauh tertinggal dalam hitungan tahun ke depan. Satu-satunya cara agar stadion Manahan bisa sejajar dengan stadion-stadion baru yang mulai bermunculan di berbagai kota di Indonesia, adalah dengan dilakukan renovasi stadion secara besar-besaran.
Semisal penambahan kuota daya tampung tempat duduk, renovasi atap stasion yang tertutup hingga hal sepele tentang penggantian bangku penonton yang mulai usang. Namun, apakah pemkot kota Solo akan begitu saja memberikan persetujuan tentang renovasi stadion?
Konsep dasar stadion Gedebage Bandung, stadion berkapasitas 40.000 penonton dengan semua bagian tribun beratap.
Sangatlah sulit jika kita mengharapkan pemkot kota Solo akan melakukan renovasi stadion Manahan secara besar-besaran untuk mensulap stadion Manahan terlihat lebih modern. Renovasi drainase lapangan Manahan setahun lalu yang menghabiskan alokasi dana 1,6 miliar, tentu saja tidak akan diulangi oleh pemerintah kota untuk yang kedua kalinya dan dengan jumlah nominal dana puluhan miliar rupiah.
Apalagi, mubadzir rasanya jika kota Solo memiliki bangunan stadion megah nan mewah namun pada kenyataannya kota Solo hanya memiliki sebuah tim sepak bola lokal yang sangat minim prestasi membanggakan.
Kota Solo yang seharusnya bisa menjadi barometer sepak bola di Jawa Tengah, seharusnya memiliki tim sepak bola yang kuat dan bisa berbicara banyak di pentas sepak bola nasional. Bukan sebaliknya, kota dengan perkembangan ekonomi paling pesat di Jawa Tengah ini malah mengalami kemunduran di bidang olah raga sepak bola. Kalau sudah begini, stadion Manahan pun bisa-bisa hanya menjadi sebuah hiasan kota.SELESAI.
Baca juga :
Bagian 1 : Stadion Manahan, Menjadi Pusat Olah Raga Terlengkap di Kota Solo.
Bagian 2 : Stadion Manahan, Menjadi Tempat Penyelenggara Event Olah Raga Berskala Nasional dan Internasional.