Stadion Manahan Solo seolah sudah hilang ke-angkeranya bagi lawan-lawan Persis Solo, terbukti hasil kalah di kandang seolah sudah menjadi hal yang biasa bagi tim berjuluk Laskar Samber Nyawa ini.
Musim lalu, meskipun bermain di kandang namun Laskar Samber Nyawa hanya bisa meraih satu kali kemenangan dan sisanya berakhir dengan hasil seri dan rentetan kekalahan.
Praktis kursi di tribun Stadion Manahan terlihat kosong setelah kompetisi memasuki putaran ke dua. Rentetan kekalahan yang di raih Persis Solo di kandang membuat Pasoepati enggan datang ke Stadion untuk memberikan dukungan langsung pada Laskar Samber Nyawa.
Masalah utama yang di miliki Persis Solo bermuara pada tidak adanya alokasi dana APBD dari Pemkot Solo untuk membiayai kompetisi yang di ikuti Persis Solo. Tidak adanya dana inilah yang membuat persiapan Persis Solo selalu terkesan seadanya.
Persiapan yang mepet dan seleksi pemain yang seadanya membuat materi pemain Persis Solo tidak bisa bersaing dengan tim lain yang di sokong APBD.
Jika menilik pada loyalitas pasoepati, tidak ada yang meragukan fanatisme dan kesetiaan suporter asal solo ini. Pasoepati selalu ada saat Persis Solo bermain, baik di laga kandang maupun tandang.
Satu hal yang hanya ada di solo, Persis Solo mempunyai statistik penonton laga kandang terbanyak di kompetisi Divisi Utama 2009/2010 meskipun Persis Solo hanya berada di posisi juru kunci.
Itulah fakta yang membuat Pasoepati memperoleh penghargaan Supporter of The Year 2010 karena kesetiaanya datang memberikan dukungan langsung ke stadion saat Persis Solo bertanding.
Namun sepertinya Pasoepati butuh sebuah perubahan dari Persis Solo, program kerja dan target yang jelas dari manajemen agar tim ini bisa lebih berprestasi. Sampai kapan Pasoepati harus menunggu Stadion Manahan Bergemuruh lagi?