Home / PASOEPATI

Minggu, 14 Desember 2014 - 17:49 WIB

Joko Riyanto, Semoga Yang Terakhir

wpid-img_20140815_223451.jpgKematian Joko Riyanto, 39 tahun, salah seorang anggota Pasoepati Boyolali, (22/10/2014) sore di tempat parkir komplek Stadion Manahan usai pecahnya kerusuhan yang melibatkan polisi dengan suporter setelah pertandingan Persis Solo menghadapi Martapura FC membuat mata pemerhati sepakbola nasional tertuju ke Solo.

Liga Indonesia yang tengah dalam kondisi berduka usai tragedi penusukan Ikhwanudin (suporter PSCS) oleh oknum suporter PSS Sleman seakan semakin buram usai kematian Joko Riyanto. Efeknya, tak tanggung-tanggung, Ketua Komisi Disiplin (Komdis) PSSI, Hinca Pandjaitan langsung mengeluarkan hukuman untuk sepakbola Solo. Kota Solo diharamkan menyelenggarakan event sepakbola dibawah agenda PSSI selama enam bulan.

Protes pun langsung keluar dari ribuan anggota Pasoepati di dunia maya, mereka mengecam hasil putusan Komdis PSSI yang dianggap membunuh karakter sepakbola Solo.

“Dosa suporter ditanggung klub”.  Kalimat singkat yang dikeluarkan oleh Hinca sejenak menjadi trending topic di dunia maya menyikapi hukuman yang dirasa Pasoepati tidak masuk akal tersebut.

introspeksi

“Kemenangan dengan skor berapapun tidak sebanding jika dibandingkan dengan nyawa seseorang. Kematian Joko Riyanto merupakan pukulan telak untuk sepakbola Kota Solo, tidak hanya untuk Pasoepati yang menjadi korban namun juga pukulan untuk seluruh elemen sepakbola Solo. Semua pihak harus mau melakukan introspeksi, terlebih sepakbola adalah hiburan yang seharusnya dinikmati bukan malah menimbulkan situasi yang tidak bagus bagi Kota Solo,”ujar Abidin Nacha, penasehat Pasoepati Klaten.

Pada akhirnya, hukuman yang tidak mengenakkan dari Komdis bisa menjadi dua sisi mata uang. Jika hanya terus menyalahkan Komdis PSSI, sepakbola Kota Solo hanya akan berjalan di tempat. Namun jika mau melakukan introspeksi diri, hukuman dari Komdis PSSI bisa menjadi cambuk bagi elemen sepakbola Kota Solo untuk membangun sepakbola di Kota Bengawan menjadi semakin maju dan berprestasi.

Tahun 1985, efek Tragedi Heysel, sepakbola Inggris pernah menjadi pesakitan karena klub-klub Inggris dilarang bermain di kompetisi eropa selama lima tahun. Kasus yang diakibatkan oleh suporter Liverpool, namun sepakbola Inggris harus menerima hukuman secara keseluruhan.

Usai hukuman tersebut, otoritas sepakbola Inggris, Football Association (FA-red) terus berbenah. Hasilnya, Liga Inggris sekarang berubah menjadi liga termegah di dunia dengan perputaran uang yang luar biasa besar tiap pekannya.

Jika dibandingkan kasus Joko Riyanto dengan tragedi Heysel, tentu jauh berbeda. Namun dari satu sudut pandang yang sama, hukuman jika disikapi dari sisi positif dan fair play akan membuat kita semakin dewasa.

“Kasian keluarga yang di tinggal, mereka sedih dan gak punya semangat. Ada semangat tapi gak kayak biasanya. Saya berharap kasus ini menjadi yang pertama dan terakhir di Kota Solo.”Ujar Fatma, anak perempuan almarhum Joko Riyanto.

Share :

Baca Juga

PASOEPATI

Peluang Tertutup, Suporter Tetap Datang ke Pekalongan

PERSIS SOLO

Galeri Foto: Ulang Tahun Pasoepati ke-16 dan Uji Coba Persis Solo

Catatan Redaksi

Meski Pertanyakan Soal Bagi-Bagi Saham, Pasoepati Tegaskan Tetap Dukung Persis Solo

PERSIS SOLO

PELATIH PERSIS SOLO: SATU POIN INI KAMI DEDIKASIKAN UNTUK FERRY ANTO DAN SUPORTER

PASOEPATI

Minggu, Srikandi Pasoepati Gelar Diskusi

PERSIS SOLO

TIGA NOMOR PUNGGUNG DIPENSIUNKAN

PASOEPATI

Baru Sebulan Berdiri, Pasoepati Football Academy Langsung Juara

PASOEPATI

Minggu Pagi, DPP Pasoepati Bangun Nisan di Makam Joko Riyanto